Follow Us

Review The Pillars of the Earth, Cerita Peperangan Dan Drama Abad Ke-12

Alexius Aditya - Selasa, 24 April 2018 | 16:14
Review The Pillars of the Earth, Cerita Peperangan Dan Drama Abad Ke-12

Saya termasuk orang yang suka mengulang buku yang telah saya baca, terutama jika saya menyukai buku tersebut. Sama halnya dengan film. Jika saya menyukainya, maka saya menontonnya dua atau tiga kali lagi. Saya ingin memastikan bahwa tidak ada hal yang terlewat karena terkadang ketika kita menonton, ada distraksi kecil yang menyebabkan kita kehilangan fokus sehingga kehilangan beberapa momen cerita di dalam film tersebut.

Lucunya, hal tersebut saya alami saat saya memainkan The Pillars of the Earth. Game besutan pengembang Daedalic Entertainment ini adalah sebuah petualangan point and click yang bercerita tentang perjuangan masa perang pada abad ke–12. Cerita ini diambil langsung dari novel Ken Folletts dengan judul sama, yang telah meraih penjualan terbanyak kelas dunia.

Inggris Di Abad Ke–12

Pada The Pillars of the Earth, kamu akan mendapatkan cerita yang diambil dari perspektif beberapa karakter. Pada awalnya, kamu akan melihat dunia lewat mata seorang perajin batu bernama Jack. Kemudian cerita berkembang dan kamu akan mulai mengenal Philip, seorang pendeta. Dan terakhir, kamu bisa melihat dunia The Pillars of the Earth lewat mata seorang bangsawan wanita yang bernama Aliena.

Cerita pada The Pillars of the Earth berlokasi di Inggris, dimana pemain akan menemui cerita tentang Raja Henry I yang meninggal tanpa adanya pewaris. Ada dua orang yang bisa menggantikannya. Pertama adalah sepupu laki-laki dari Raja Henry, atau yang kedua, anak perempuan dari Raja Henry I sendiri. Tidak mudah dalam menentukan pewaris, oleh karena itu munculah kekacauan yang akhirnya memuncak menjadi sebuah peperangan.

Lucunya, alih-alih terus membahas tentang hal umum seperti bagaimana peperangan berlangsung sebagai inti cerita utamanya, The Pillars of the Earth justru terkadang membahas masing-masing karakter secara lebih mendalam. Hal ini baik tentu saja, karena dengan begitu, pemain dalam mengenal karakter yang dimainkannya secara lebih dekat.

Hati-Hati Dalam Mengambil Keputusan

The Pillars of the Earth juga mengambil elemen yang kamu dapatkan pada game milik Telltale, dimana opsi yang diberikan kepadamu akan mempunyai efek di dalam cerita ke depannya. Dibandingkan novelnya, maka jelas pengalaman ini lebih baik. Di novel, kamu hanya akan mempunyai satu jalan cerita menurut sang penulis. Namun disini, kamu bisa merasakannya sendiri lewat penceritaan masing-masing karakter.

Keputusan apapun itu, sekecil dan sebesar apapun terasa berat karena ceritanya akan berubah menurut pilihan yang dibuat. Hal tersebut membuat saya sebagai pemain merasa spesial, karena bisa merubah cerita menurut apa yang saya inginkan.

Bukan Tanpa Cacat

Suara aktor tidak perlu diragukan lagi. Karakter penting pada The Pillars of the Earth mempunyai aktor sungguhan dibalik suaranya, jadi untuk kelihaian dalam menghantarkan cerita, hal tersebut jelas hasilnya. Ditambah dengan grafis yang kelam, menambah kesan bahwa memang ceritanya berada pada abad ke–12.

Tapi suara terkadang masih terasa lambat. Ada beberapa saat dimana suaranya telat keluar padahal video cerita sudah berjalan. Memang, hal tersebut tidak membuat game ini jadi tidak bisa dimainkan, tetapi bagi sebuah game yang memang hampir dipenuhi dengan cerita, adanya kesalahan teknikal tersebut cukup mengganggu.

Editor : Alexius Aditya

Latest