Follow Us

Kisah Mac: Felix Widjaja

Felix Widjaja - Rabu, 26 November 2008 | 12:03
Kisah Mac: Felix Widjaja

Felix Widjaja

Seri pertama dari Kisah Mac. Saya, Felix Widjaja yang juga merupakan salah satu dari pendiri ArusMedia, dan sehari-hari sibuk membangun studio web desain Stucel; akan mencoba untuk berbagi kisah dalam pertemanan saya dengan Mac. Dari permulaan, persimpangan, aplikasi-aplikasi andalan, hingga pengkritisisian Mac dari sudut pandang saya. Oiya, saya juga akan memaparkan kisah hubungan cinta-benci-cinta saya dengan Mac. Semoga berkenan dan bisa berguna bagi maniak MakeMac sekalian.

Masa Lalu dan Kepuasan Windows

Sebelum menggunakan Mac, tentunya saya, Anda dan sebagian besar orang di muka bumi ini menggunakan Microsoft Windows sebagai sistem operasi utama dalam hidupnya. Windows telah setia sekali menemani saya sejak di bangku sekolah, bangku kuliah hingga bangku kerja. Bermain game, membuat program, mengetik skripsi, mengetik proposal, mendesain, berinternet adalah contoh beberapa aktifitas yang telah saya lakukan di sistem operasi itu.

Lalu mengapa saya memilih Mac? Apa yang membuat saya pergi menyebrangi sistem operasi Windows? Toh semua aktifitas di atas dapat dilakukan dengan sempurna di Windows kan?

Linux dan Persimpangan

Sebelum menjawab pertanyaan itu, mari saya ajak berkilas-balik sejenak. Perjalanan saya berawal dari perkenalan dengan Linux RedHat di era kuliah jurusan Tehnik Informatika silam. Di bangku kuliah itu, saya pertama kali mengetahui bahwa di dunia ini ternyata tidak hanya ada satu sistem operasi, melainkan ada banyak yang lain selain Windows (hehe payah, agak terlambat memang ya?). Saya terkesima dengan Linux yang gratis namun lumayan mumpuni itu. Akhirnya saya bermain-main di Linux dengan distro RedHat, Mandrake -sekarang Mandriva, hingga yang terakhir di Ubuntu. Satu hal yang akhirnya saya kembali ke Windows adalah, tidak berjalannya game & Adobe Photoshop di Linux. Selain itu, masalah kompabilitas printer, tuker-tukeran file antar teman juga menjadi kendala besar waktu itu. Akhirnya setelah berpuluh-puluh jam terbang mengutak-utik shell Bash; pagi, siang dan malam, saya kibarkan bendera putih sebagai tanda menyerah juga.

Perjumpaan Pertama

Di saat saya sedang asik kembali di Windows selama bertahun-tahun bekerja sebagai programmer dan pendesain, saya secara pelan-pelan didoktrin oleh Adi -seorang kawan saya yang maniak Mac; saya mulai secara perlahan-lahan melirik ke desain komputer yang memukau dan keren, dari luar dan dalam. Ditambah dengan tampilan antar muka OS X yang menabjubkan! Windows XP dan keluarganya sungguh tidak ada apa-apanya waktu itu (sampai sekarang juga sih).

Lalu pada akhirnya, rayuan si Adi akhirnya berhasil juga menggelontorkan hati ini. Setelah saya meriset forum kesana dan kemari, akhirnya saya memutuskan membeli Mac dan disarankan untuk menunggu beberapa bulan untuk membeli seri adiknya iBook keluaran terbaru yaitu MacBook. Pada sekitar bulan Juni 2006, saya akhirnya berhasil mendapatkan MacBook seri pertama (atau sering disebut dengan istilah: rev-a) tersebut dengan harga $1200.

Bulan Madu dan Parfum Plastik

Hari-hari pertama memiliki Mac sungguh pengalaman yang tak terlupakan dan serba mengejutkan, mulai dari proses penambahan pengguna yang dilengkapi dengan sesi pemotretan oleh iSight, hingga bau plastik khas Mac yang di saat bulan-bulan pertama yang amat mengharumi ruangan ;)

Secara ringkas, yang saya kagumi dari Mac OS X di saat perjumpaan pertama adalah:

  • Dock dan efek kaca pembesarnya.
  • Disain antar muka dan efek bayangan pada seluruh jendelanya.
  • Font yang renyah-renyah.
  • Exposé. Wah amat sangat memudahkan proses bekerja dengan banyak aplikasi.
  • Dashboard dan efek ketika menaruh Widget-nya, wow bagai air (jadi sering nambah dan hapus Widget demi melihat efek ini) hehe.
  • Aplikasi-aplikasinya pihak ke-3 nya yang amat imut, sederhana dan berguna (baik yang gratis maupun yang berbayar). Situs aplikasinya pun rata-rata cukup memukau dan keren.
  • Seperti sedang berada di hotel bintang 5. Segala pelayanan dan manajemen tiap-tiap aplikasinya terasa senada dan setipe. Misal: pop-up pilihan mau menyimpan dokumen; yang selalu muncul dari tempat yang sama meskipun pada aplikasi yang berlainan.
  • Background dari disk image aplikasi-aplikasi yang akan di-instal.
Namun setelah saya ingat-ingat, yang membuat saya canggung dalam menggunakan Mac OS X pertama kali adalah:

  • Bila saya klik tombol merah pada jendela sebuah aplikasi -untuk menyudahi, ternyata aplikasi tersebut masih berjalan. Wah ribet tangan kiri harus siap siaga di  + Q terus.
  • Papan menu aplikasi yang tidak menempel pada aplikasi tersebut. Papan tersebut berada ditempat yang sama untuk seluruh aplikasi, yaitu di paling atas. Saya merasa aneh mengenai konsep papan yang dipakai bersama-sama ini.
  • Jendela aplikasi yang tidak bisa mengisi seluruh layar karena terganjal Dock sehingga terlihat wallpaper di kedua sisi Dock, tidak seperti perilaku jendela aplikasi di Windows.
  • Tombol Ctrl sepertinya telah menjadi Cmd .
  • Penginstalan aplikasi yang tinggal menggeser aplikasi dari disk image. Amat sangat mudah sampai-sampai membingungkan.

Perkelahian Pertama

Sekitar 1–2 bulan pemakaian tiba saatnya MacBook seri pertama itu mengalami ganggunan yang cukup parah:

Editor : MakeMac

Latest