TikTok nampaknya bakal menyusulNetflix dan Tesla untuk melakukan PHK karyawan secara massal.
Laporan dari Wired baru-baru ini menyebutkan bahwa TikTok akan memulai PHK karyawan yang kurang berkontribusi terhadap perusahaan.
Wiredmengaku laporannya berdasar pada 5 sumber internal TikTok.
Laporan tersebut menuliskan bahwa perusahaan akan memecat lebih dari 100 karyawannya.
Baca Juga: TikTok Mengaku Karyawannya di China Bisa Intip Data Pengguna AS
PHK massal karyawan TikTok ini dilakukan sebagai bentuk restrukturisasi perusahaan.
Salah satu karyawan TikTok di AS, David Ortiz menuliskan dalam halaman LinkedIn-nya bahwa pekerjaannya dihapus sebagai "upaya reorganisasi besar-besaran".
Kebijkana PHK massal ini berdampak di berbagai negara, mulai dari AS hingga Eropa.
Laporan Wired menyebutkan bahwa beberapa karyawan TikTOk yang berbasis di Eropa sudah diberitahu bahwa mereka beresiko terkena PHK.
Sejumlah karyawan di Inggris juga diperingatkan tentang potensi kehilangan pekerjaan karena restrukturisasi perusahaan.
Restrukturisasi perushaan TikTOk kabarnya dilakukan secara internal.
TikTok disebut akan melakukan PHK massal dan menutup beberapa posisi kosong yang tak terlalu berkontribusi pada peruashaan.
Wired mengungkapkan bahwa kebijakan ini akan diterapkan untuk perusahaan TikTok yang berbasis di AS, Uni Eropa, dan Inggris.
Baca Juga: TikTok Digugat setelah Blackout Challenge Telan Korban Jiwa
Tanggapan TikTok
Juru bicara TikTok, Anna Sopel mmengungkapkan bahwa perusahaan sedang melakukan penyesuaian dengan karyawannya.
Ia menyangkan akan ada perombakan struktur perusahaan skala besar seperti yang dilaporkan sumber internal Wired.
"Ada sejumlah perubahan kecil pada tim operasi dan pemasaran yang akan dirombak, itu tidak bisa disebut dengan restrukturisasi perusahaan," ujar Anna sebagaimana dikuti dari Wired.
Baca Juga: Elon Musk: Twitter Harus Tiru WeChat & TikTok Jika Ingin Punya Miliaran Pengguna
TikTok tercatat menjadi raksasa teknologi ke-7 yang diisukan melakukan pemecatan dan pemangkasan rekrutmen karyawan baru.
Sebelumnya, muncul beberapa laporan sejenis yang mengaitkan perusahaan Microsoft, Meta, Twitter, Netflix, Tesla, dan Apple.
(*)